![]() |
Seorang wanita sedang bersedih. Foto: Pexels.com |
Di sudut kota yang ramai, di antara keramaian yang tak pernah sepi, ada seorang pemuda bernama Ardi yang bekerja sebagai barista di sebuah kafe kecil.
Setiap hari, ia membuat kopi dengan penuh cinta dan dedikasi. Baginya, kopi adalah seni, dan setiap cangkir yang ia buat adalah sebuah karya.
Suatu hari, seorang wanita bernama Nisa datang ke kafe tempat Ardi bekerja. Wajahnya yang manis dan senyumnya yang menawan segera menarik perhatian Ardi.
Setiap kali Nisa datang, Ardi selalu berusaha memberikan pelayanan terbaik, berharap bisa mendapatkan perhatiannya.
Nisa sering datang ke kafe itu untuk mengerjakan tugas-tugasnya, dan setiap kali Ardi melihatnya, hatinya berdebar lebih cepat.
Hari demi hari berlalu, dan perasaan Ardi kepada Nisa semakin dalam. Ia selalu menantikan momen saat Nisa masuk ke kafe, memesan kopi latte favoritnya, dan duduk di sudut ruangan sambil fokus pada laptopnya.
Ardi mencoba untuk mendekati Nisa dengan berbagai cara. Ia menulis pesan-pesan kecil di gelas kopinya, berharap Nisa akan menyadari perasaannya.
Ia juga sering memberikan tambahan kue kecil sebagai bentuk perhatiannya.
Namun, sepertinya Nisa tidak pernah menyadari isyarat-isyarat tersebut. Baginya, Ardi hanyalah seorang barista yang ramah di kafe favoritnya.
Ia selalu tersenyum dan mengucapkan terima kasih setiap kali menerima kopi dari Ardi, tapi tak pernah lebih dari itu.
Setiap kali Ardi berusaha untuk memulai percakapan lebih dalam, Nisa selalu tampak sibuk atau terburu-buru.
Ardi mulai merasa putus asa, tetapi hatinya masih berharap. Ia mencoba mencari tahu lebih banyak tentang Nisa melalui percakapan singkat yang mereka miliki.
Ia tahu bahwa Nisa adalah seorang mahasiswi arsitektur yang sedang menyelesaikan skripsinya.
Ardi berusaha mencari topik pembicaraan yang bisa membuat Nisa tertarik, namun usahanya selalu berakhir dengan kegagalan.
Pada suatu malam yang sepi, Ardi memutuskan untuk menuangkan perasaannya dalam sebuah surat.
Ia menulis dengan hati-hati, mengungkapkan semua yang ia rasakan selama ini. Ardi berharap dengan surat ini, Nisa akan mengerti betapa besar cintanya.
Keesokan harinya, dengan hati yang berdebar, Ardi menunggu kedatangan Nisa.
Ketika Nisa datang, Ardi memberanikan diri untuk memberikan surat itu padanya. Nisa menerimanya dengan senyum dan berjanji akan membacanya setelah selesai mengerjakan tugasnya.
Waktu berjalan lambat bagi Ardi. Ia terus memandang Nisa yang sedang sibuk dengan laptopnya, berharap surat itu akan mengubah segalanya.
Ketika Nisa akhirnya selesai, ia membuka surat itu dan membacanya dengan seksama. Wajahnya tidak menunjukkan banyak ekspresi, dan setelah selesai membaca, ia menatap Ardi.
"Nisa, aku berharap kamu mengerti perasaanku. Aku sangat menyukaimu," kata Ardi dengan suara penuh harap.
Nisa tersenyum lembut, namun matanya menunjukkan kesedihan. "Ardi, kamu sangat baik. Aku senang bisa mengenalmu. Tapi aku tidak bisa membalas perasaanmu. Hatiku sudah terikat dengan orang lain."
Kata-kata itu bagai pisau yang menancap di hati Ardi. Ia berusaha tersenyum, meski hatinya hancur. "Aku mengerti, Nisa. Terima kasih telah jujur padaku."
Setelah itu, Nisa pergi meninggalkan kafe dengan langkah yang ringan, sementara Ardi hanya bisa melihat kepergiannya dengan hati yang penuh luka.
Cinta Ardi memang tak berbalas, tapi ia belajar bahwa cinta tak selalu harus memiliki.
Kadang, mencintai dari kejauhan dan melihat orang yang kita cintai bahagia sudah lebih dari cukup.
Sejak hari itu, Ardi terus bekerja sebagai barista dengan senyuman di wajahnya.
Meskipun hatinya terluka, ia tahu bahwa hidup harus terus berjalan. Ia percaya, suatu hari nanti, cinta yang tulus akan datang padanya, dan kali ini, akan berbalas
Tunjukkan apresiasi Anda dengan memberi sumbangan kecil atau Donasi Via Dana Untuk Secangkir Kopi.
Komentar
Posting Komentar